Mimbar Khonghucu: Filosofi Karinding dan Ajaran Khonghucu

- 1 Mei 2022, 00:31 WIB
Klenteng Sam Poo Kong
Klenteng Sam Poo Kong /Ambar Adi Winarso

PORTAL MINAHASA – Nabi bersabda, “Bercitalah menempuh jalan suci (dao-too), Berpangkallah pada Kebajikan, Bersandarlah pada Cinta Kasih, dan Bersukalah di dalam Kesenian.” (Kitab Si Shu bagian Sabda Suci Lun Yu VIII:6).

“Hidup adalah seni, cari iramanya dan menarilah!” Kalimat sederhana yang terlintas dalam pikiran saat sedang asyik menulis.

Hidup adalah seni yang banyak memberi warna nada dan perspektif indah pada sudut-sudutnya. Seni adalah sebuah kejujuran yang timbul dan diwujudkan menjadi sebuah karya oleh penciptanya.

Seni tercipta dari cara batin mengolah rasa.  Mari menikmati seni dalam  hidup dan terus berjalan. Bila lelah datang, istirahatlah sejenak dan jangan lupa bernafas tenang.

“Bila Nabi mendengar orang menyanyikan lagu yang baik, niscaya minta diulanginya, dan kemudian ikut menyanyi,” tertuang pada Sabda Suci Jilid VII:32.

Ada salah satu alat musik tradisional yang mempunyai makna dan filosofi yang menarik untuk dikupas. Namanya Karinding.

Karinding adalah alat musik tradisional dari Jawa Barat. Karinding  terbuat dari bambu atau pelepah aren yang dibentuk sedemikian rupa menjadi satu kesatuan alat musik pukul dan tiup.

Pada zaman dahulu, alat musik ini dimainkan sebagai alat komunikasi untuk menginformasikan kepada para warga ketika sesuatu penting terjadi.

Misalnya, ketika terjadi gerhana bulan atau gerhana matahari, sebagai tanda bila ada warga yang sedang dalam suka (mengadakan hajat/pesta), ketika mengalami duka (jika ada warga yang meninggal dunia), sebagai alat musik dalam upacara ritual adat istiadat di Tatar Sunda sendiri.

Halaman:

Editor: Fauzi Amrullah Permata

Sumber: kemenag.go.id


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah