Anak Bisa Beresiko Jadi Korban atau Pelaku Bullying, Ini Faktor yang Wajib Dikenali Orang Tua

28 Juni 2022, 15:57 WIB
Ilustrasi bullying.* /pixabay


PORTAL MINHASA – Semua anak-anak sangat beresiko menjadi korban atau pelaku bullying.

Resiko bullying tersebut bisa anak-anak temui baik di lingkungan bermain maupun di lingkungan sekolah.

Maka para orang tua wajib memperhatikan tingkah laku anak, agar terhindari dari korban atau bahkan menjadi pelaku bullying.

Baca Juga: Foto-foto Keakraban Jokowi dengan Pimpinan Negara KTT G7 di Jerman, Ada yang di Ruang Terbuka

Belakangan beberapa kejadian anak menjadi korban bullying di sekolah, dan pelakunya adalah teman-temannya sendiri.

Bahkan ada yang sampai meninggal dunia, seperti kejadi di Kota Kotamobagu belum lama ini.

Siswa salah satu MTs ternama di Kotamobagu, meninggal dunia usai mendapat perawatan medis di rumah sakit di Manado.

Baca Juga: Foto-foto Keakraban Jokowi dengan Pimpinan Negara KTT G7 di Jerman, Ada yang di Ruang Terbuka

Kini kejadian itu menjadi kasus yang sedang ditangani Kepolisian setempat.

Maka kenali sikap anak, karena terkadang di rumah dia biasa-biasa saja.

Terkesan sikap anak di rumah tidak menggambarkan bila dia menjadi korban atau pelaku bullying di sekolah.

Wajib orang tua ketahui faktor apa saja perlu diketahui yang bisa bikin anak melakukan bullying.

Baca Juga: Hati-Hati! Penularan Cacar Monyet Bisa Melalui Udara juga Ke Bayi Lewat Plasenta

Seorang Psikolog anak dan remaja Yasinta Indrianti, dilansir di haibunda.com, member pemaparan pengetahuan orang tua soal melihat karakter anak.

Ini dia beberapa faktor yang berpotensi menjadi korban atau pelaku bullying :

1. Kenali Karakter Anak

Bila di anak punya karakter ingin berkuasa di dalam rumah, atau ingin selalu di nomor satukan, maka ini menjadi satu faktor membuatnya jadi pelaku bullying.
"Ketika anak ingin menjadi yang terkuat artinya di situ anak akan menganggap orang lain haruslah di bawah dia," papar Sinta.

Baca Juga: Waspada! Cacar Monyet Bisa Menular Ke Manusia, Ini Bagian Tubuh yang Rentan

Karakter itu posisinya di bawah alam sadar manusia, anak yang berkarakter kompetitif belum tentu kuat secara kejiwaan.
Begitupun bila kuat kejiawaanynya denga karakter kompetitif, ketika dibully tidak akan berefek kepada anak.

Tapi hati-hati juga, karena ada anak yang kompetifi, tapi itu adalah kompensasi kelemahan.
“Ini bisa saja ada anak yang kuat secara kompetitif, tapi saat disentil dia langsung drop,” kata Sinta.

2. Faktor Keluarga

faktor keluarga akan sangat mempenagruhi karakter anak, dan beresiko menjadi pelaku ataupun korban bullying.

Baca Juga: Awas Hilang! Ada Enam Informasi Penting Gelang Identitas Jemaah Haji

Misalnya; anak yang memiliki karakter berkuasa, dan di dukung keluarga atau sengaja dibiarkan ‘dipupuk’ bahkan terfasilitasi, maka resikonya jadi pelaku bullying.

"Dipupuk di sini tuh maksudnya lebih ke pola asuh dalam keluarganya. Jika anak memiliki pola asuh yang satu otoriter dan satu permisif rumahnya maka bisa jadi anak tersebut menjadi pelaku bullying," papar Sinta.

"Nggak cuma itu, jika satu keluarga otoriter juga nggak baik. Anak nggak bisa mengekspresikan diri, maka bisa aja anak akan cenderung nyari pelampiasan di luar dirumah," lanjut Sinta.

Baca Juga: Ini Alasan Gelang Identitas Jemaah Haji Indonesia Tidak Boleh Ditukar

Takutnya anak akan berfikir karena dia selalu dituntut di rumah, maka ia juga akan menuntut di luar rumah.

Maka otomatis anak akan merasa di luar dia bisa mengintimidasi orang lain.

Jangan juga dibiarkan apapun yang dilakukan anak sebab dia akan berfikir bila apa yang dia lakukan (bullying) pasti akan didiamkan, sehingga merasa bebas apapun dilakukan.

3. Faktor Lingkungan

Baca Juga: Disebut Aa Ronaldinho, Berikut Caption Raffi dan Nagita Saat Bersama Sang Legend

Bila ada kejadian bullying anak-anak di sekitar kita maka sebaiknya dihentikan. Jangan dibiarkan sebab ini akan memicu kejadian berulang.

Anak-anak pelaku bulyying bisa terpicu melakukan bullying berulang-ulang.
Apalagi hanya ditontong sampai disoraki, maka pelaku menganggap ada dukungan dan merasa hebat keren saat mem-bully .

Karena anak merasa apa yang dilakukan baik-baik saja, bukan tidak mungkin anak sebagai pelaku bullyinng melakukan berulang-ulang.

4. Jadi Korban Bullying

Baca Juga: Ronaldinho Disebut Penyihir Tak Disiplin Hingga Raih Ballon d'Or

Si korban bullying juga harus diberi pengertian, jangan sampai si korban anak ini muncul rasa dendam.

Karena ia merasa selalu jadi korban, suatu saat nanti anak ini bisa saja menjadi pelaku bullying karena faktor balas dendam.

"Pasti anak akan berpikir, 'Toh gue dulu digituin (bully), berarti sekarang bisa dong gue giniin orang'," kata Sinta. Apalagi, jadi korban bullying bisa berimbas ke kepirbadian anak saat dewasa.

Maka penting untuk membentengi anak, sebelum menjadi pelaku atau korban bulyying.

Baca Juga: Fakta Ronadinho Dua Kali Pemain Terbaik Dunia Ini Adalah Anak Tukang Las Kapal

5. Anak Jadi Saksi Tindakan Bullying

Hati-hati juga bila anak melihat tindakan atau saksi kejadi bullying. Sebab bisa saja semula dia saksi akhirnya menjadi pelaku atau korban.

Bahaya bila anak melihat kejadian bullying dan orang sekitar hanya membiarkan juga. Maka terbentuk pada benak anak, bila bullying itu wajar.

"Secara nggak sadar suatu saat ketika anak menghadapi kasus yang sama, anak akan langsung teringat 'Toh waktu itu kayak gini (bullying) nggak masalah, nggak ada yang protes. Ya, karena dia melihat bahwa semua diam saja," papar Sinta.

Kajian psikologi, ada istilah long term memory yaitu proses retrieval atau pemanggilan kembali alam bawah sadar dan ini berkaitan dengan pengalaman masa lalu.

Baca Juga: Setelah Ronaldinho Bakal Ada Kejutan Lagi untuk RANS FC, Apa Itu?

"Hal paling gampang ketika pemicunya sama, misal ketika anak menghadapi situasi di mana mengintimidasi itu didiamkan atau dianggap wajar ya maka dia akan merasa aman saja untuk mengintimidasi orang.

Orang itu cenderung mudah melakukan hal yang sama apalagi anak," kata Sinta.

Makanya, kalau ada kejadian bullying atau jadi saksi bullying maka orang tua langsung memberikan teguran kedisiplinan kepada pelaku maupun korban.

Agar anak-anak disekitarnya mengetahui bila menjadi pelaku bullying maka ada konsekuensinya.

"Kadang dukungan sosial itu lebih kuat, karena itu peran orang tua penting banget. Ajarkan anak bahwa perilaku bullying itu tidak baik dan efeknya bisa hingga anak dewasa," pungkas Sinta.***

Editor: Zulfikar Mokoginta

Sumber: HaiBunda.com

Tags

Terkini

Terpopuler