Pierre Seorang Blasteran Putra Minahasa Ini Berakhir Karena Kebiadaban G 30 S PKI

- 5 September 2022, 21:34 WIB
Kapten Pierre Tendean.
Kapten Pierre Tendean. /RRI/

PORTAL MINAHASA – Bernama lengkap Pierre Andries Tendean, adalah anak kedua dari tiga bersaudara buah perkawinan Maria Elizabeth Cornet dan Aurelius Lammert Tendean.

Elizabeth adalah seorang wanita asal Belanda berdarah Perancis dan Aurelius berprofesi sebagai dokter spesialis kejiwaan keturunan Minahasa bernama.

Pierre Tendean memiliki seorang kakak dan adik perempuan bernama Mitzi Farredan Rooswidiati.

Baca Juga: Gratis Ubah Foto JPG Jadi PDF Pakai 7 Aplikasi Konverter Ini Gratis

Sejak kecil, Pierre Tendean telah terbiasa hidup berpindah-pindah mengikuti tempat dinas ayahnya.

Ibu menginginkan Pierre meneruskan pendidikannya ke Fakultas Teknik Institut Teknologi Bandung (ITB).

Sedangkan ayahnya ingin mengikuti jejaknya kuliah di fakultas kedokteran Universitas Indonesia (UI).

Namun, Pierre ternyata memilih jalan lain, dan masuk ke dunia militer, yang akhirnya mengharumkan namanya sebagai seorang patriot.

Baca Juga: Segera Unduh..! Ini Aplikasi Tanpa Ribet Bagi Pelaku UMKM

Pierre Tendean lahir di Kota Batavia Hindia Belanda 21 Februari 1939, karena jiwa patriotismenya menjadi korban G 30 S PKI.

Pierre Tendean, merupakan salah satu pahlawan revolusi, anak wanita asal Belanda dengan putra Minahasa Sulut, Aurelius Lammert Tendean.

Diketahui, Pierre Tendean mengorbankan dirinya demi menyelamatkan Jenderal A.H Nasutian, saat pemberontakan G 30 S PKI tahun 1965.

Nama lengkapnya adalah Kapten Czi. Pierre Tendean, salah satu dari 10 pahlawan revolusi yang gugur dalam peristiwa Gerakan 30 September 1965 atau G30S PKI.

Kapten Czi. (Anumerta) Pierre Tendean adalah adalah seorang perwira muda dengan karir cemerlang.

Nama lengkap, Pierre Andries Tendean merupakan anak kedua dari tiga bersaudara.

Ibunya berdarah Belanda berdarah Perancis, sedangkan ayahnya ternyata seorang dokter spesialis kejiwaan dari Sulawesi Utara (Sulut).

Pada Agustus 1958 Pierre Tendean mengikuti rangkaian tes masuk Akademi TNI Angkatan Darat, dan berganti nama setahun kemudian yaitu Akademi Teknik Angkatan Darat (ATEKAD).

Pierre Tendean lolos seleksi tahap akhir sebagai Calon Taruna G1 atau pangkat Taruna terendah.

Putra kawanua sebutan lain Sulut ini sudah dikagumi karena kedisiplinan dan rasa nasionalismenya yang kuat. Bahkan, ia sempat jadi komandan resimen Taruna.

Juga Pierre sempat ditunjuk sebagai komandan Batalyon korps taruna remaja dengan pangkat sersan mayor.

Baca Juga: Google Akan Mengaktifkan Layanan Konektivitas Satelit di Android 14 Nanti.

Pierre Tendean, terlibat dalam operasi Pemberantasan PRRI Sumatera Barat 1958.

Kala itu Pierre Tendean masih berstatus Taruna ATEKAD, tapi sudah pengalaman terjun di medan tempur di Sumatera Barat.

Menjelang 1962 Piere Tendean lulus dan dilantik menjadi Perwira Muda dengan pangkat Letnan dua.

Pierre bersama 5 perwira muda lainnya ditugaskan dalam satuan Batalyon Zeni tempur satu Daerah Militer 2 Bukit Barisan di Medan Sumatera Utara.

Piere Tendean tidak lama menjalani penugasan di Sumatera Utara. Ia hanya beberapa bulan setelah bertugas sebagai komandan peleton.

Karena kecakapan dan kemampuannya pada 1963, Ia dipanggil untuk memasuki sekolah intelijen TNI Angkatan Darat di Bogor Jawa Barat.

Pendidikan intelijen yang dijalani Pierre selama sekitar 3 bulan ia selesaikan dengan nilai sempurna.

Prestasi ini membuat Ia dipercaya terlibat dalam berbagai misi intelijen.

Beberapa kali Pierre Tendean ditugaskan untuk menyusup ke Malaysia dengan menyamar sebagai turis dalam operasi Dwikora.

Baca Juga: SnackVideo Aplikasi Smartphone Populer Download di Google Play Store.

Dalam setahun pernah 3 kali ditugaskan menyusup ke daratan Malaysia.

Dalam operasi Dwikora Pierre Tendean pernah ditugaskan mengawal menteri pembantu presiden yakni Oei Tjoe Tat yang masuk ke Malaysia dengan menyamar sebagai pedagang Tionghoa.

Oei Tjoe Tat ditugaskan Presiden Soekarno menjalin hubungan dengan sejumlah pihak di Malaysia yang anti dengan pembentukan federasi Malaysia.

Saat ditugaskan terlibat dalam operasi Dwikora, Pierre kerap harus menjalani berbagai penugasan dengan durasi waktu tak tentu.

Setelah bertugas dalam operasi Dwikora, Pada April 1965 Pierre Tendean naik pangkat menjadi Letnan Satu.

Pierre Tendean mendapat penugasan baru sebagai ajudan Jenderal Abdul Haris (A.H) Nasution, yang kala itu menjabat sebagai Menteri Pertahanan dan Keamanan Indonesia.

Alasan utama terpilihnya Pierre menjadi ajudan Jenderal AH Nasution adalah karena sosoknya yang bisa dipercaya serta karena prestasi dan reputasinya saat bertugas dalam operasi Dwikora.

Selama menjalani tugas sebagai ajudan Jenderal AH Nasution, Pierre Tendean memiliki hubungan yang cukup dekat dengan anak-anak AH Nasution. Terutama pada Ade Irma Nasution yang baru berusia 5 tahun.

Baca Juga: WhatsApp Business Aplikasi Penunjang Bisnis Yang Efisien.

Ia kerap menemani Ade bermain di halaman rumah. Yanti Nasution yang merupakan anak pertama Jenderal AH Nasution mengenang sosok Pierre Tendean sebagai pribadi yang tegas dan disiplin.

Namun Pierre selalu bersikap hangat dengan keluarga AH Nasution. Pierre bahkan kerap bertukar pikiran dengan ibu Johanna Nasution.

Kisah Pierre Tendean menjadi ajudan Jenderal AH Nasution berakhir dengan sebuah kisah kepahlawanannya pada dini hari tanggal 1 Oktober 1965.

Saat itu menjelang pukul 4 pagi, AH Nasution mendengar bunyi gaduh dari arah pintu masuk rumahnya.

Johanna Nasution istri AH Nasution langsung memeriksa sumber kegaduhan.

Ia segera menutup pintu saat mengetahui kegaduhan berasal dari pasukan Cakrabirawa yang merangsek masuk ke rumahnya.

Ade Irma yang juga berada di kamar Jenderal AH Nasution itu terbangun dan berdiri di dekat Johanna Nasution.

Saat itu Ade Irma terkena tembakan yang dilepaskan oleh anggota pasukan Cakrabirawa.

Sementara itu Yanti Nasution yang terbangun karena mendengar suara rentetan tembakan mengira alat penyejuk udara di kamar ayahnya meledak.

Karena panik, Ia kemudian keluar lewat jendela untuk membangunkan Pierre yang tidur di paviliun ajudan.

Begitu dibangunkan, Pierre bertindak cepat untuk mengecek keadaan. Ia keluar dan menemui anggota pasukan Cakrabirawa.

Baca Juga: Lakukan Deteksi Dini, Pahami dan Tangani Gejala Kelenjar Getah Bening

Di saat bersamaan AH Nasution yang tertembak kakinya menyelamatkan diri dari buruan tentara yang hendak menculiknya. Ia melompati tembok samping rumah.

Ketika berhadapan dengan anggota pasukan cakrabirawa Piere Tendean mengaku sebagai ajudan Nasution.

Namun para tentara Cakrabirawa yang terburu-buru dan kurang mengenal wajah AH Nasution mengira Pierre adalah Sang Jenderal yang mereka incar.

Pada dini hari tanggal 1 Oktober 1965, Pierre Tendean dibawa pasukan yang ditugaskan menculik Jenderal AH Nasution ke kawasan Lubang Buaya Jakarta Timur.

Disinilah Piere Tendean gugur mengorbankan dirinya untuk keselamatan Jendral AH Nasution.

Pengorbanan Pierre Tendean juga menyelamatkan negara dan bangsa yang selalu dibelanya.

Tiga hari kemudian jenazah Pierre Tendean ditemukan di sebuah lubang sumur di lokasi Lubang Buaya.

Jenazah Pierre Tendean diangkat dari dalam sumur bersama enam jenazah Jenderal TNI Angkatan Darat yang juga korban keganasan G 30 S PKI.

Pierre Tendean, Sang Pahlawan Revolusi, Ia bersama jenazah enam Jenderal dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.

Atas jasa pengorbanan dan pengabdiannya pada negara, Lettu Pierre Tendean dianugerahi kenaikan pangkat satu tingkat secara Anumerta menjadi Kapten.

Pierre Tendean bersama 9 perwira TNI lainnya juga ditetapkan menjadi pahlawan revolusi.***

Editor: Fahmi Gobel

Sumber: Biografiku.com


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini