Ketua CC PKI DN Aidit Menikahi Dokter Soetanti Secara Agama Ini

- 12 September 2022, 16:00 WIB
DN Aidit bersama istri Soetanti dan anak-anak meraka.
DN Aidit bersama istri Soetanti dan anak-anak meraka. /

 

PORTAL MINAHASA – Ketua CC PKI DN Aidit melangsung pernikahan dengan dokter Soetanti awal 1948.

DN Aidit menikah pada umur umur 25 tahun dengan seorang perempuan keturunan ningrat Soetanti umur 24 tahun.

Kisah cinta tokoh utama PKI, DN Aidit ini, bertemu soetanti karena urusan organisasi saat DN Aidit masih sebagai redaktur di majalah PKI.

Baca Juga: Auto Cuan, Berikut 5 Game NFT Penghasil Uang, Wajib Dicoba

DN Aidit sebagai redaktur di majalah bulanan PKi yakni majalah Bintang Merah, selain itu DN Aidit juga pengurus di PKI.

Pertemuan keduanya berawal sejak DN Aidit aktif di sebuah majalah bulanan PKI yaitu majalah Bintang Merah.

Saat itu diawal 1946, datanglah tamu di markas Bintang Merah di Jalan Purnosari, Solo.

Tamu itu ternyata ada dua orang gadis, dan diterima dua redaktur, Hasan Raid dan Dipa Nusantara (DN) Aidit.

Dua gadis itu mengaku mahasiswi tingkat tiga Perguruan Tinggi Kedokteran di Klaten, Yogyakarta.

Soetanti memperkenal diri, ia berperawakan sedikit gemuk dan berpipi.

Body Soetanti yang berisir itu, ia biasa disapa Bolletje atau sebutan kata Belanda yang berarti bundar.

Baca Juga: Siapa Saja 7 Pahlawan Revolusi Yang Gugur Dalam Pemberontakan G30S PKI? Berikut Profilnya

Sejak itulah Soetanti sering berkunjung ke redaksi Bintang Merah, dimana DN Aidit bekerja.

Pernah satu ketika Soetanti muncul dengan beberapa temannya, yang menamanakan diri meraka dari Sarekat Mahasiswa Indonesia.

Kedatangan ini bermaksud mengundang DN Aidit kapasitas sebagai Ketua Departemen Agitasi dan Propaganda Partai Komunis Indonesia Solo.

DN Aidit diundang untuk memberikan ceramah atau kuliah soal politik dan keorganisasian.

Maka bisa dibilang pertemuan demi pertemuan DN Aidit dan Soetanti karena urusan organisasi.

Dari urusan organisasi ini kemudian turun sampai kehati, dan keduanya menjalin hubungan lebih serius.

Kemudian Soetanti kerap bolak-balik Klaten-Solo ke kantor Bintang Merah. Kemudian pertemuan mereka juga seringkali di kantor PKI di Jalan Boemi 29.

Baca Juga: Apa Itu Lekra yang Sering Dikaitkan Dengan Partai Komunis Indonesia (PKI)?

Kian akrab, hubungan Aidit dan Soetanti, padahal keduanya punya watak bertolak belakang.

Dikutip Portal Minahasa dari buku buku Aidit Dua Wajah Dipa Nusantara, Senin, 12 September 2022, Soetanti adalah keturunan ningrat.

Soetanti keturunan ningrat dari Mangkunegaran, kakeknya adalah seorang Bupati Tuban.

Soetanti sangat dihormati dikalangan teman-temannya apalagi ia seorang mahasiswi kedokteran.

Soetanti punya sifat periang, gampang akrab, dan suka bicara ceplas-ceplos, sehingga ia suka berorganisasi.

Beda dengan Aidit, anak seorang mantri kehutanan dari Belitung, adalah seorang pemuda serius, tak pandai berkelakar, dan suka musik klasik.

Baca Juga: Bisa Kuras Habis Uangmu, Hati-hati Instal 17 Aplikasi Di Smartphone Kamu

Yang dipikirkannya hanyalah bagaimana memajukan partai. Mengobrol dengannya, tak akan lepas dari soal-soal politik, revolusi, dan patriotisme.

Tapi justru inilah yang membuat Soetanti kesengsem, apalagi DN Aidit fasih berceramah sambil mengutip filsafat Marxisme.

Soal 19 revolusi Prancis dan Rusia, juga soal-soal politik mutakhir, bagi DN Aidit itu makanannya setiap hari.

Aidit kerap memberikan ceramah atau pidato, Soetanti pasti terkesima karena sering mengambil duduk paling depan.

DN Aidit memang bukan tipe laki-laki romantis, karena keakraban DN Aidit dan Soetanti, tak pernah terlihat mereka berduaan.

DN Aidit sebagai seorang cowok tak ada kata apel kepada cewek, pertemuan mereka selalu dalam acara organisasi.

"Kalau menginap di kantor PKI, Tanti datang beramai-ramai," dikutip dari buku itu.

Suatu ketika, seusai pidato, Aidit menghampiri Soetanti, lalu menyerahkan sepucuk surat.

Baca Juga: Game Assassins Creed Akan Segera Hadir Dalam Versi Ponsel

Anehnya surat itu bukan untuk Soetanti tapi ditujukan kepada ayahnya bernama Moedigdo (kepala polisi Semarang yang aktif di Partai Sosialis Indonesia).

Surat itu ternyata surat lamaran. Aidit menyampaikan niat meminang Soetanti.

Moedigdo langsung setuju, maka awal 1948, Aidit umur 25 tahun, dan Soetanti umur 24 tahun menikah mereka.

Pernikahan mereka secara Islam tanpa pesta, di rumah KH Raden Dasuki, sesepuh PKI Solo.

Yang bertindak sebagai penghulu adalah Moedigdo, Aminah, dan empat adik Soetanti datang.

Hanya Murad dan Sobron dua adik Aidit yang mewakili keluarga dari Belitung.

Setelah menikah, aktivitas Aidit di partai dan pergerakan tak surut. Ia bahkan sering meninggalkan Soetanti, yang buka praktek dokter.

DN Aidit tak pernah berhenti turun ke kampung-kampung memperkenalkan dan menggalakkan program-program PKI.

Ketika peristiwa Madiun meletus pada September 1948, Aidit ditangkap, lalu lari sebagai buronan ke Jakarta.

Baca Juga: Lirik Lagu Genjer-genjer dan terjemahannya

Tanti kian sedih karena ayahnya, yang mendukung Amir Syarifuddin, tewas ditembak.

Di Jakarta pun, Aidit jarang ada di rumah. Soetanti hanya ditemani adik-adik Aidit ketika melahirkan Ibarruri Putri Alam, putri sulung mereka, pada 23 November 1949.

Suami-istri ini jarang terlihat jalan bareng, kecuali dalam acara-acara resmi partai atau kenegaraan.

Aidit lalu menjadi Ketua Politbiro eksekutif dalam partai PKI pada

Ia kian sibuk dengan bepergian ke luar negeri, mengunjungi dan menghadiri rapat-rapat internasional komunis di Vietnam, Tiongkok, dan Rusia.

"Tak ada mesra-mesraan seperti pasangan muda lain." Itu kesaksian Fransisca Fanggidaej, wartawan Harian 20 Rakjat dan radio Gelora Pemuda Indonesia.

Kemudian DN Aidit menjadi anggota parlemen dari PKI pada 1957-1959.***

Editor: Fahmi Gobel

Sumber: Buku


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah