Kunjungan Jokowi ke Ukraina-Rusia Tak Langsung Hentikan Perang, Tapi Bisa Turunkan Tensi dan Pulihkan Ekonomi

2 Juli 2022, 19:32 WIB
Pertemuan bilateral antara Presiden Jokowi dengan Presiden Rusia dan Ukraina dinilai dapat pulihkan kondisi ekonomi. /Instagram/@jokowi./

PORTAL MINAHASA – Presiden Joko Widodo telah selasai melakukan lawatannya dalam  melakukan misi perdamaian ke Ukraina dan Rusia.

Menurut Pakar perdagangan ekonomi dunia dan politik internasional Universitas Gadjah Mada (UGM) Riza Noer Arfani langkah yang diambil Jokowi untuk meredam peperangan tersebut sangat tepat dan strategis.

Terutama dalam upaya untuk pemulihan ekonomi global yang tengah dilanda krisis dunia akibat peperangan yang terjadi.

Baca Juga: Kehadiran Jokowi Diharapkan Jadi Solusi Akhiri Peperangan Rusia-Ukraina dengan Gencatan Senjata

"Kalau tidak ada langkah-langkah terobosan terhadap perang ini kemungkinan harga minyak akan terus naik bisa menimbulkan resesi global dan stagflasi. Menimbulkan fenomena inflasi yang tinggi dibarengi dengan kemandekan ekonomi," kata Riza.

Riza menjelaskan pemulihan ekonomi yang sudah digagas sejumlah pihak, termasuk negara anggota G-20 saat ini sangat terancam akibat peperangan Rusia-Ukraina.

Sehinga apa yang dilakukan Presiden Jokowi dalam membawa misi perdamaian dunia tersebut amat bermakna dan strategis.

Menurut Riza, jika kemungkinan besar peperangan berlangsung lama, akan sangat berdampak pada tiga sektor penting, yaitu sektor pangan, energi, dan sektor kesehatan.

Baca Juga: Apriyani/Fadia Singkirkan Unggulan Korsel, Indonesia Lolos ke Final Malaysia Open 2022

Problem pangan, kata Riza, sudah disampaikan Presiden Jokowi pada Forum G-7 bahwa persoalan tersebut telah mengancam negara-negara sedang berkembang karena jika rantai pasok pangan terganggu, berdampak pada naiknya harga-harga bahan pokok.

Pada sektor energi, perang tersebut juga mendorong gejolak harga minyak sehingga berpengaruh pada negara-negara sedang berkembang, termasuk Indonesia.

Sanksi terhadap Rusia akibat peperangan itu, kata dia, juga menimbulkan ketidakpastian harga energi global, terutama minyak.

Pada sektor kesehatan, perang yang berlarut-larut, menurut dia, tentu berpengaruh pada distribusi vaksin, apalagi di level global capaian vaksinasi masih timpang.

Baca Juga: Ini Daftar 28 Pemain Timnas Indonesia untuk Piala AFF U-19 2022

"Ada negara-negara berkembang, negara-negara menengah bawah yang capaiannya masih di bawah 50 persen. Ini sangat berat jika perang terus berlanjut tentu akan berpengaruh pada program-program terkait dengan obat untuk penanganan pandemi. Saya kira-kira makna kunjungan juga terkait ini," ujarnya.

Meski demikian, dari sisi geopolitik atau situasi kawasan, kata Riza, kunjungan Presiden Jokowi tidak akan terlalu tampak karena permasalahan tanggung jawabnya lebih banyak di negara-negara besar.

Menurut dia, secara geografis terhadap Asia Tenggara atau Asia pada umumnya tidak terlalu tampak pengaruhnya, kecuali jika perang berlanjut dengan menggunakan persenjataan nuklir.

"Itu efek beratnya mungkin bisa memicu perang dunia ketiga. Akan tetapi, proyeksi saya itu agak jauh karena ini lebih banyak dibatasi dampaknya agar secara geografis tidak sampai meluas ke kawasan-kawasan lain," kata dia.

Baca Juga: Ingat ya Bunda, Pahami 1.000 Hari Pertama Kehidupan Anak Agar Terbebas Stunting

Riza mengungkapkan bagaimanapun kunjungan Presiden Jokowi memperlihatkan bahwa sinyal politik luar negeri Indonesia tetap menginginkan stabilitas di kawasan internasional.

Ia mengatakan bahwa politik luar negeri Indonesia tetap menginginkan perdamaian sebagai tujuan utamanya.

Sejumlah negara besar, menurut dia, selama ini telah berusaha menengahi konflik dua negara itu. Akan tetapi, belum tampak hasilnya.

Dikatakan pula bahwa Jokowi disebut sebagai juru damai yang tulus dan juru damai yang tidak memiliki kepentingan selain berharap agar mereka yang berkonflik segera berdamai.

Baca Juga: Bikin Netizen Indonesia Kecewa, Jordi Amat Ungkap Alasan Gabung Klub Malaysia JDT

Posisi itu, menurut dia, berbeda dengan negara-negara besar dan negara-negara yang memiliki nuklir yang tergabung dalam aliansi militer yang syarat kepentingan.

"Turki pernah, Israel pernah, Prancis pernah tetapi mereka tidak genuine (tulus). Jadi, mereka memihak. Oleh karena itu, dipandang dari sisi Rusia mereka dianggap tidak netral. Kita dalam posisi yang netral dan sejak awal kita memiliki konsistensi sikap yang seperti itu," ujarnya.

Riza mengakui kunjungan memang tidak bisa menghadirkan perdamaian dengan segera, tetapi setidaknya mampu menurunkan tensi ketegangan.

Agenda paling penting lainnya dari kunjungan Presiden Jokowi adalah memitigasi dampak terhadap pemulihan ekonomi.

Baca Juga: Cheslsea Dikabarkan Siap Membajak Frenkie de Jong dari Manchester United

Mengenai mitigasi itu, Riza optimistis bisa tercapai karena sudah ada beberapa inisiatif, misalnya akan dibukanya koridor untuk suplai pangan.

Koridor suplai pangan yang terkait dengan rantai pasok pangan ini, menurut dia, sangat penting karena Ukraina selama ini kehilangan akses ekspor.

"Hal ini saya kira yang mengganggu sektor pangan di dunia. Kalau nanti disepakati paling tidak ada pernyataan awal dari kedua belah pihak menggagas koridor terkait rantai pasok pangan, dan saya kira itu capaian yang besar dari Pak Jokowi. Kita tunggu juga yang menyangkut energi," ujarnya seperti dikutip Portal Minahasa dari Antara pada Sabtu 2 Juli 2022.***

Editor: Mulyadi Pontororing

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler