Mimbar Khonghcu: Keharmonisan Ajaran Khonghucu dan Barong Landung di Bali

- 18 Mei 2022, 08:31 WIB
Mimbar Khonghucu antara Ajaran Khonghucu dan Barong Landung di Bali
Mimbar Khonghucu antara Ajaran Khonghucu dan Barong Landung di Bali /Image by Peter Biela from Pixabay

Beragamnya jejak akulturasi peradaban Tionghoa di kehidupan masyarakat Bali cukup mudah ditemukan pada kegiatan harian berbalut spiritualitas, mulai dari arsitektur rumah dan Pura, Pelinggih (bangunan suci Hindu) di dalam Kelenteng atau Miao (kuil/altar persembahyangan dalam tata cara Khonghucu) di dalam Pura, sarana persembahyangan (seperti dupa dan pis bolong), berbagai jenis kuliner, kesenian Tari Baris, sejumlah senjata Sakral (tombak, panah, golok dan pedang) dan berbagai Kesusastraan yang diperkirakan telah ada sejak abad ke-8 M.

Salah satu yang paling dikenal adalah kesenian tari Barong Landung dan situs Persembahyangan Ratu Ayu Mas Subandar yang berada dalam kompleks Pura Dalem Balingkang, Bangli.

Baca Juga: Mimbar Khonghucu: Filosofi Karinding dan Ajaran Khonghucu

Keduanya sangat lekat dengan sejarah pernikahan Raja Jaya Pangus dengan gelar Paduka Sri Maharaja Haji Sayap Angus Arkaja Cihna dari Dinasti Warmadewa yang memerintah di Desa Pinggan, Kintamani, Bangli dengan seorang putri Tionghoa bernama Kang Cing Wei (yang kemudian bergelar Sri Mahadewi Sasangkaja Cihna), anak dari tokoh Tionghoa yang berasal dari Kekaisaran Song, Tiongkok yang diperkirakan terjadi pada abad ke-11 M.

Dalam kepercayaan masyarakat Bali, diyakini bahwa pernikahan keduanya tidak dianugerahi keturunan. Sehingga Raja Jaya Pangus memutuskan melakukan tapa brata memohon petunjuk Tuhan ke daerah Danau Batur, Kintamani, Bali agar dapat dianugerahi seorang anak.

Dalam perjalanannya, beliau bertemu seorang gadis pertapa bernama Dewi Danu. Keduanya lalu menikah tanpa sang Dewi mengetahui bahwa sang Raja telah memiliki Istri sah di istananya.

Setahun kemudian, dikarenakan sang Raja tidak kunjung pulang ke Istana, Ratu Kang Cing Wei dan prajurit kerajaan mencari sang Raja ke setiap daerah dan akhirnya sang Raja ditemukan.

Saat bertemu, Ratu Kang Cing Wei mendapati sang Raja telah memiliki anak bersama Dewi Danu. Terjadilah pertengkaran di antara ketiganya, di mana Sang Raja memutuskan untuk kembali bersama Sang Ratu ke Istana.

Sang Dewi merasa kecewa karena telah dibohongi dan dikhianati oleh keputusan sang Raja. Maka dengan terbakar emosi sang Dewi mengutuk Raja Jaya Pangus dan Kang Cing Wei dan seisi istana hancur lebur terbakar api. Singkat cerita sang Raja dan Ratu wafat dalam bencana besar kutukan Dewi Danu tersebut.

Dikarenakan rasa cinta rakyat terhadap Raja dan Ratunya, maka rakyat meminta Dewi Danu menarik kutukan tersebut dan mengembalikan sang Raja dan Ratu.

Halaman:

Editor: Fauzi Amrullah Permata

Sumber: Kemenag


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah