Terlambat Melaporkan Gerakan PKI, Jenderal Ahmad Yani Tewas Bersimbah Darah

- 21 September 2022, 21:19 WIB
Jenderal Ahmad Yani, orang kepercayaan Presiden Soekarno yang sudah sempat membaca gelagat pemberontakan PKI
Jenderal Ahmad Yani, orang kepercayaan Presiden Soekarno yang sudah sempat membaca gelagat pemberontakan PKI //Tangkapan layar Instagram @jendralahmadyani1906_fanspage

PORTAL MINAHASA - Malam tanggal 30 September 1965, Panglima Kodam VII Brawijaya, Brigjen Basuki Rahmat, mendatangi Panglima Angkatan Darat, Jenderal Ahmad Yani.

Pangdam Basuki Rahmat melaporkan sejumlah kericuhan akibat Partai Komunis Indonesia (PKI) di Surabaya, Jawa Timur. Beliau merasa pengaturan waktu dan tempat kejadian menunjukkan pola tertentu.

Jenderal Ahmad Yani setuju insiden-insiden tersebut terlihat sistematis.

Baca Juga: Napak Tilas Pemberontakan G30S PKI di Rumah Salah Satu Jenderal yang Terbunuh

"Semakin meruncing ya. Besok kita sama-sama menghadap ke Presiden Soekarno. Persoalan ini perlu dilaporkan secepatnya," putus Jenderal Ahmad Yani seperti dikutip dari buku Wajah dan Sejarah Perjuangan Pahlawan Nasional.

Ternyata, tak sampai dua puluh empat jam kemudian, pagi belum juga tiba, Jenderal Ahmad Yani dan enam perwira Angkatan Darat lainnya dibantai PKI.

Jasad membusuk para Pahlawan Revolusi baru ditemukan tiga hari kemudian dalam sebuah liang sumur tua di kawasan Lubang Buaya.

Baca Juga: Fakta Hasil Autopsi Korban G30S PKI yang Sebenarnya

Penculikan serta pembunuhan tujuh perwira tinggi militer Angkatan Darat (AD) yang Partai Komunis Indonesia (PKI) lakukan pada dini hari antara 30 September dan 1 Oktober 1965 dengan sengaja menyasar pemegang jabatan-jabatan strategis Angkatan Darat.

Menurut perhitungan pencetus rencana Gerakan 30 September 1965 alias G30S PKI, jika perwira-perwira tinggi mereka singkirkan, negara akan lumpuh, dan pimpinan republik, Presiden Soekarno, kehilangan kekuatan.

Sasaran G30S PKI adalah Panglima AD (Ahmad Yani), Kepala Staf AD (Nasution), Panglima Bidang Intelijen (S. Parman), Panglima Bidang Administrasi ( R. Soeprato), Panglima Bidang Pembinaan (M.T Haryono), Panglima Bidang Logistik (DI Pandjaitan), dan Inspektur Kehakiman (Sutoyo).

Baca Juga: Taman Makam Pahlawan Kalibata, Tempat Peristirahatan Terakhir 7 Pahlawan Revolusi

Di luar dugaan, Jenderal Nasution berhasil melarikan diri. Nahas, sebagai gantinya, ajudan beliau, Pierre Tendean, jadi korban gara-gara mengaku sebagai Pak Nas--sapaan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) itu.

Anehnya, meskipun Jenderal Nasution selaku Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) berhasil lolos, Soeharto yang kala itu menjabat Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad) tidak termasuk dalam daftar sasaran.

Ketiadaan Soeharto dalam daftar pembunuhan oleh PKI itulah yang bagi sejumlah pihak menjadi salah satu hal yang dianggap bukti keterlibatannya dalam G30S.***

 

 

Editor: Abhiseva Harjo Nugraha


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini