Kisah Nahdlatul Ulama (NU) Diwakili Asrul Sani Menentang Lekra Milik PKI Dengan Lesbumi

- 21 September 2022, 17:10 WIB
Logo Lesbumi, lembaga budaya milik NU yang didirikan untuk menjegal sepak terjang Lekra milik PKI
Logo Lesbumi, lembaga budaya milik NU yang didirikan untuk menjegal sepak terjang Lekra milik PKI /Foto : Lesbumi/

 

PORTAL MINAHASA - Lima tahun setelah Indonesia mengumumkan kemerdekaan, Partai Komunis Indonesia (PKI) mendirikan Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra).

Meskipun pendiriannya disebut berlatar niat memberi hiburan bagi rakyat yang baru lepas dari penjajahan, kian hari kian kentara bahwa perkembangan Lekra sangat berkiblat pada paham komunis PKI.

Sebagai lembaga budaya, Lekra tidak menunjukkan penghormatan yang sama pada seniman dan budayawan non Lekra.

Baca Juga: Taman Makam Pahlawan Kalibata, Tempat Peristirahatan Terakhir 7 Pahlawan Revolusi

Sutan Takdir Alisjahbana dan Hamka adalah dua nama besar yang kerap menjadi sasaran kritik dan olok-olok seniman Lekra.

Sastrawan lain yang tercatat sejarah bermasalah dengan Lekra adalah pujangga Taufiq Ismail dan HB Jassin.

Tidak nyaman dengan perkembangan tersebut, sastrawan dan sutradara Asrul Sani berinisiatif mendirikan lembaga budaya tandingan dari Nahdlatul Ulama (NU), yaitu Lesbumi (Lembaga Seniman dan Budayawan Muslim Indonesia).

Baca Juga: Misteri Keberadaan Kuburan Tan Malaka, Pimpinan PKI yang Juga Pahlawan Nasional

Pendirian Lesbumi pada tahun 1954 dikerjakan Asrul Sani bersama H. Djamaluddin Malik, ayah aktris Camelia Malik, dan Usmar Ismail, seorang wartawan, sekaligus sutradara dan produser film yang juga sastrawan.

Usmar Ismail, salah satu pendiri Lesbumi itu, terkenal sebagai Bapak Film Indonesia. Sedangkan seniornya, H. Djamaluddin Malik, adalah produser penggagas Festival Film Indonesia.

Asrul Sani sendiri merupakan seniman berbakat yang dari tangan dinginnya lahir film-film yang menyabet penghargaan.

Baca Juga: Biro Khusus, Bukti Infiltrasi PKI di Tubuh Militer

Bersama Usmar Ismail, Asrul Sani pernah mengerjakan film Lewat Djam Malam yang memperoleh penghargaan pada tahun 1955.

Asrul Sani sempat diajak bergabung dengan Lekra oleh Joebaar Ajoeeb. Akan tetapi, Asrul Sani tak senang dengan Lekra mencampuradukkan pergulatan politik dengan ranah kesenian.

Kala itu, Lekra memang gencar menyuarakan jargon mereka, "Politik sebagai panglima."

Prinsip tersebut bahkan resmi tercatat sebagai Mukadimah Lekra yang secara tegas menginginkan kesenian menjadi sarana penyebaran ideologi. 

"Lekra selalu menjebol dan membangun," adalah potongan kalimat dalam Mukadimah Lekra.

Setelah pembentukan Lesbumi, ketiga tokoh pendiri di atas menjadi ketua, wakil ketua I, dan wakil ketua II.

Keberadaan H. Djamaludin Malik penting bagi Lesbumi karena kedekatannya dengan kalangan Nahdliyin, orang-orang Nahdlatul Ulama (NU).

Tugas H. Djamaludin Malik menyebarkan prinsip Lesbumi yang berseberangan dengan Lekra ke kalangan ulama dan kyai, pendidik agama di masyarakat dan pesantren.

Dua poin penting dalam 7 Strategi Kebudayaan alias Saptawikrama Lesbumi yaitu menghimpun dan mengonsolidasi gerakan berbasis adat istiadat, tradisi, dan budaya nusantara, serta menghidupkan seni budaya yang beragam dalam ranah Bhineka Tunggal Ika berdasarkan nilai kerukunan, kedamaina, toleransi, empati, gotong-royong, dan keunggulan dalam seni, budaya, dan ilmu pengetahuan.***

 

 

Editor: Abhiseva Harjo Nugraha

Sumber: YouTube TVNU Televisi Nahdlatul Ulama


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah